Saturday 16 May 2015

Sahabat Berwarna

sedikit beranjak dewasa, liat deh make up nya.

Bagaikan anak ayam yang baru terlepas dari cangkangnya, sebagai mahasiswi baru pada awal-awal kuliah, aku pun juga melakukan hal yang sama seperti mahasiswa pada umumnya. Aku jadi teringat ketika masa-masa Ospek fakultas dimana aku melihat seorang gadis putih nan cantik duduk persis di belakangku dalam satu barisan, mata bertemu mata dan senyum bertemu senyum, tak ayal kami pun berkenalan. “Anin,” dia pun berkata sembari menyalami tanganku dan aku membalasnya “Nanasik.”
Kataku. Tak disangka kami pun langsung menjadi akrab semenjak pertemuan cantik itu. Tidak lama berselang saat ada acara Ospek Jurusan Sastra Rusia,aku yang datang paling terakhir dan duduk di barisan paling ujung pun berkenalan dengan seorang gadis Sunda yang keibuan,manis dan berambut panjang yaitu Caca. Anin yang juga berkenalan dengan seorang gadis berperawakan mungil , cantik dan sedikit gemuk yang ternyata berasal dari Jakarta ialah Mady. Nah dari situlah awal persahabatan kami dimulai. Sepertinya Tuhan telah memiliki rencana untukku dengan memberikan 3 orang yang baik, menyenangkan dan membuat masa-masa awal kuliahku berwarna.
Masa-masa Ospek
Anin dan Mady yang berasal dari keluarga Jawa tok-tok mengajariku banyak hal yaitu attitude saat makan, berjalan, duduk, berbicara yang lembut ya maklum saja aku yang saat itu terkenal tomboy dan dihidupkan dari lingkungan keluarga yang sebagian besar laki-laki, memiliki attitude yang kacau. Persahabatan kami sangatlah harmonis, kami semua memiliki sikap yang berbeda-beda tetapi saling melengkapi satu sama lain.
Beberapa Anak-anak MACY

Bersama Kakak-kakak relawn pengajar MACY
Setahun berselang kami mendirikan sekolah bebas biaya untuk anak-anak kekurangan fisik, mental, anak-anak jalanan dan tak mampu. Syukur, sekolah kami berjalan dengan lancar dan mendapat antusias serta apresiasi yang tinggi. Kami dibantu oleh beberapa teman sekelas yang menjadi guru sukarelawan untuk sekolah kami, total murid yang kami miliki saat itu mencapai 60 orang dari berbagai usia serta tingkat pendidikan yang berbeda. Banyak sekali manfaat yang kami dapatkan dari sekolah ini dan yang pasti belajar psikologi anak secara otodidak tidaklah mudah! Sekolah kami juga belajar formal dan informal yaitu belajar teater, puisi, menyanyi dan menari yang diajarkan oleh kakak-kakak senior kami yang tersayang, terima kasih kaka atas bantuannya :). Prestasi yang membanggakan dari anak-anak MACY (ya begitulah kami menyebut mereka yang berasal dari nama sekolah kami) yaitu mereka dapat menampilkan kemampuan informal mereka di salah satu café yang terkenal di Jatinangor (Ngeumong café) dan mendapat apresiasi yang bagus serta tak disangka sumbangan dana yang terkumpul juga besar, yang kami gunakan untuk sekolah kami. Sayangnya sekolah kami hanya bertahan selama setahun, kesibukan kuliah yang semakin meningkat menjadi salah satu faktor bubarnya sekolah MACY.
Hari pertama memakai rok untuk pementasan OSPEK
Lagi-lagi kata orang, tahun pertama kuliah adalah tahun ekspresi, tahun kedua adalah tahun kenakalan, tahun ketiga yaitu tahun kemalasan dan tahun keempat adalah tahun kejar setoran dan sentuhan tangan Tuhan. Sepertinya ungkapan diatas memang benar adanya, dimana tahun kedua aku mencoba sesuatu yang sebenernya telat bandel katanya euy. Sebagai anak rumahan semasa SMA, aku tak pernah merasakan , mencicipi dan mencoba sesuatu hal yang berbau nakal. Di tahun ini, dari mulai sebatang sahabat kopi, gambar kakek-kakek yang berada di botol bahkan sampai menggunakan kata cap orang tua, tea yang katanya quilla, dentuman yang terdengar dari istilah plesetan cucian piring hingga Jamur istimewa, agung nan popular yang di puja-puja kalangan mahasiswa yang dapat membawamu terbang ke dunia Alice wonderland yang berasal dari fases sapi ini pun tak luput aku coba.
Ternyata kenakalan ini pun membawa dampak bagi persahabatanku, maklum lah anak kucing yang baru belajar jalan tetapi mau mencoba menyebrang sungai dengan muka lucunya agar tetap dianggap anak kucing yang menggemaskan bagi siapapun yang melihatnya. Kami pun menuju jalan masing-masing, ups! Lebih tepatnya aku yang menuju jalanku sendiri. Berat memang, bangunan dari baja itupun akhirnya runtuh tergerus oleh derasnya ombak di lautan lepas yang diterjang terus menerus. Bunga-bunga yang telah dirangkai di awang-awang pun berguguran, hari  berlalu ke bulan beralih ke tahun mencoba merangkai pecahan kaca  dengan lem sekuat baja yang sebenarnya tetap saja sang goresan retak pun tak kuasa meretas kembali. Energy positif yang ditularkan Lunasik serta kesetian sang penjaga pun menjadi kekuatan untuk diriku yang kala itu aku kalah dengan takdir dari sang Pencipta. Merangkai asa yang hampir rusak untuk jalanku sendiri, biarlah sang waktu dan sang Pencipta yang menyelesaikan ini.
Rasa itu semakin sakit kala penghujung cerita di bangku kuliah pun hampir usai, masa – masa yang dinanti oleh setiap mahasiswa di akhir perjalanannya meninggalkan ku sendiri. Seharusnya aku sama seperti yang lain menjadi mahasiswi yang juga menanti masa itu dan merasa bahagia dengan rekan seperjuangan yang akhirnya kita bisa menyelasaikan masa kuliah bersama. Tak ada tawa maupun photo sahabat kala itu. Hanya Keluarga, Lunasik dan sang penjaga yang telat di moment yang bahagia bagi setiap mahasiswa yang baru saja meraih gelarnya. Moment bahagia, penting sekaligus sedikit pahit didada terjadi pada tanggal 20 Agustus 2013. Tapi aku bangga, dengan sedikit rasa sombong dalam diriku bahwa aku lulus pas dengan jadwal yang memang sudah ditentukan masanya untuk S1.
Selamat Ulang Tahun Caca di salah satu cafe di Jatinangor
Sang waktu dan Pencipta pun akhirnya menepati janjinya selang setahun dari masa itu, goresan itu pun tetap ada, tidak akan pernah kembali sempurna. Tak apalah setidaknya mereka semua mengerti kini bahwa aku tidak sepenuhnya salah, dengan sikap dan pola fikir kita kini yang sudah beranjak dewasa. Akhirnya aku sadar bahwa pelangi itu pun membantu sang ulat bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang cantik dalam masa-masa hidupnya.

No comments:

Post a Comment